Sejarah Swastika: Dari Jaman Perunggu hingga Partai Nazi

Swastika adalah simbol universal yang telah digunakan dari Jaman Perunggu dan ditemukan dalam berbagai peradaban.
‘Swastika’ berasal dari bahasa Sansekerta: su (bahasa Yunani: eu, yang berarti ‘baik’), asti (Yunani: esto, yang berarti ‘menjadi’) dan akhiran ka.
Simbol ini berarti ‘nasib baik’ (kata Swasti dalam bahasa Sanskerta-Tibet berarti ‘semoga bisa menguntungkan’).
Bentuk swastika diperkirakan berasal dari rasi bintang Arktos, juga dikenal sebagai Beruang Besar, Bajak, atau Biduk Besar.
Pada pengamat di belahan bumi utara, rasi ini tampak berputar di sekitar rasi Polaris, Sang Bintang Kutub, akibat efek yang disebabkan oleh rotasi bumi.
Jika posisi Arktos dalam kaitannya dengan Polaris diwakili dalam bentuk garis, hasilnya akan menyerupai swastika. Identifikasi ini diperkirakan telah dimulai pada tahun 4000 SM.
Swastika, selain menunjukkan keberuntungan juga digunakan untuk mewakili kutub.
Swastika memperoleh posisi penting dalam kebudayaan Eropa pada abad kesembilan belas, terutama di bidang etnologi komparatif dan studi oriental.
Tidak adanya simbol swastika yang ditemukan pada kebudayaan Mesir kuno, Kasdim, Asyur, dan Phoenicia membuat etnolog percaya bahwa simbol itu merupakan simbol Arya untuk matahari.
Simbol keberuntungan swastika tercatat cukup banyak digunakan selama masa PD I sebagai lambang dalam berbagai hal bahkan muncul dalam kupon dan perangko.
Swastika dikenal memiliki dua versi: berputar ke arah kiri dan berputar ke arah kanan. Namun, kebingungan segera muncul ketika dihadapkan pada pertanyaan tentang bagaimana mendefinisikan ‘kiri’ dan ‘kanan’.
Sebagian okultis dan sejarawan mendukung definisi berdasarkan arah yang diambil oleh ‘tangan’ swastika yang terentang keluar dari pusat, sementara yang lain lebih memilih mendefinisikan ‘kiri’ dan ‘kanan’ dalam hal arah rotasi.
Kebingungan muncul dari kenyataan bahwa swastika yang tangannya mengarah ke kiri tampaknya berputar ke kanan, dan sebaliknya.
Setiap varian swastika diartikan secara bervariasi oleh penulis okultisme. Sebagian menyatakan bahwa swastika yang berputar berlawanan arah jarum jam mewakili rotasi bumi pada porosnya dan merupakan ‘Roda Matahari Emas’ (Wheel of the Golden Sun) yang dianggap melambangkan penciptaan, evolusi, dan kesuburan.
Sedangkan swastika yang berputar searah jarum jam ditafsirkan sebagai ‘Roda Matahari Hitam’ (Wheel of the Black Sun) yang mewakili pencarian manusia untuk kekuasaan yang bertentangan dengan surga.
Namun, terdapat penjelasan lain atas swastika kiri dan kanan. Swastika kiri (berputar searah jarum jam) dianggap mewakili migrasi Ras Arya kuno dari tanah air nya di Kutub Utara, sementara swastika kanan (berputar berlawanan arah jarum jam) digunakan oleh Nazi, mewakili nasib bangsa Arya untuk kembali ke pusat spiritual mereka di Kutub Selatan.
Terlepas dari semua teori ini, terdapat kecenderungan bahwa pada banyak kebudayaan kuno, tidak terdapat preferensi tertentu terhadap salah satu jenis swastika.
Satu-satunya tempat di mana perbedaan swastika kiri-kanan paling signifikan terjadi di Tibet di mana swastika agama Bon-Po mengarah ke kiri, sedangkan agama Buddha ke kanan.
Swastika mendapatkan popularitas di kalangan kelompok anti-Semit Jerman melalui tulisan-tulisan Guido von List dan Lanz von Liebenfels yang mengambil simbol ini untuk menunjukkan sifat kepahlawanan Jerman yang tak terkalahkan.
Swastika dengan rotasi berlawanan arah jarum jam digunakan oleh Partai Nazi sehingga menimbulkan kontroversi di kalangan okultisme dan esoteris.
Simbol swastika yang digunakan oleh Nazi dipilih langsung oleh Hitler dan didesain oleh Dr Friedrich Krohn, seorang dokter gigi dari Sternberg.
Disinilah lantas terjadi kontroversi, simbol yang pada awalnya mewakili perdamaian dan ketenangan, digunakan oleh Hitler untuk melakukan salah satu bentuk kejahatan paling mengerikan atas kemanusiaan.

0 comments:

Post a Comment