Zionis digunakan untuk menyebut pengikut gerakan politik Zionisme.
Zionisme merupakan gerakan politik yang bertujuan mendukung keberadaan negara Israel.
Di Perjanjian Lama atau Taurat, Yerusalem dan Israel disebut sebagai Zion.
Zionisme
atau gagasan yang berupaya membentuk sebuah negara Yahudi merdeka,
dimulai pada abad ke-19 dengan berbagai tulisan seperti yang ditulis
oleh Theodor Herzl.
Meskipun demikian, gagasan tentang negara Israel sebenarnya telah muncul jauh sebelum itu.
Yudaisme
merupakan keyakinan yang lahir di daerah yang sekarang dikenal sebagai
Israel. Akibatnya, orang-orang Yahudi pada era sebelum masehi menganggap
Israel sebagai rumah mereka.
Meskipun memiliki dukungan teks agama terutama dari Taurat, gerakan Zionis lebih bersifat politis daripada religius.
Tujuan
utama Zionisme adalah untuk mengakhiri pengasingan Yahudi dari tanah
leluhur mereka, sehingga negara Israel lebih mewakili entitas negara
(politik) dibandingkan entitas agama.
Gerakan Zionisme mendapatkan momentumnya setelah Holocaust pada PD II yang mengarah pada pembentukan Israel pada tahun 1948.
Migrasi
awal orang Yahudi ke Palestina (nama daerah tersebut sebelum tahun
1948) dalam jumlah besar terjadi pada tahun 1947 yang melibatkan
perpindahan sekitar 630.000 orang Yahudi.
Sangat
penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang Yahudi adalah Zionis.
Bahkan, sekte-sekte keagamaan Yahudi tertentu sangat menentang
pembentukan negara Yahudi.
Yahudi Hasid, misalnya, cenderung
bersikap kritis terhadap Zionisme. Mereka berkeyakinan bahwa negara
Yahudi seharusnya dibentuk setelah kedatangan Mesias.
Oposisi terhadap Zionisme juga muncul diantara bangsa Arab dan muslim.
Akibat perpindahan massal orang Yahudi, populasi Palestina semakin menurun dan pindah ke negara tetangga seperti Yordania.
Konflik semakim mengeras karena orang Yahudi dan muslim sama-sama menganggap Yerusalem sebagai tempat suci mereka.
Sebagai informasi, istilah Zionis dapat merujuk pula kepada pendukung non-Yahudi atas negara Israel.
Misalnya, pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dikenal sebagai negara non-Yahudi yang mendukung Israel.
Banyak pihak, terutama setelah Holocaust, merasa bahwa pembentukan sebuah negara Yahudi memiliki legitimasi.
Setelah menyaksikan kengerian dan eksekusi massal, banyak pihak bersimpati dengan usaha pembentukan negara Yahudi.
Ini
diperkuat oleh fakta sejarah bahwa di sepanjang periode diaspora,
Yahudi selalu menjadi objek diskriminasi dimanapun mereka tinggal.
Orang
Yahudi mengalami diskriminasi di hampir setiap tempat mereka menetap,
termasuk Mesir, Yunani, Eropa abad pertengahan, dan Rusia abad ke-20
serta Eropa Timur.
Namun Zionisme tetap menjadi isu panas.
Permasalahan tidak hanya berkisar mengenai perebutan wilayah melainkan
diperumit dengan sentimen keagamaan yang pekat.
0 comments:
Post a Comment