Kedokteran merupakan salah satu cabang keilmuan yang terus berkembang.
Salah satu kemajuan yang banyak memicu kontroversi adalah kloning
Tahun 1996, ilmuwan berhasil mengkloning mamalia pertama berwujud seekor domba yang dinamakan Dolly.
Kloning
hewan menuntun kita pada pemahaman lebih mendalam perihal keajaiban
DNA, gen, dan kromosom yang menjadi penyusun dasar kehidupan.
Fakta tentang Kloning
Sebelum Dolly, para ilmuwan telah melakukan percobaan kloning sejak beberapa dekade lalu.
Kloning hewan pertama adalah kecebong yang dilakukan oleh Robert Briggs dan Thomas J. King pada tahun 1952.
Sedangkan
Dolly, sang domba kloning, ‘diciptakan’ oleh ilmuwan Skotlandia di
Roslin Institute di Edinburgh, Inggris, dan mampu hidup hingga 6 tahun.
Pada awalnya Dolly diperkirakan bisa hidup setidaknya 11 sampai 12 tahun.
Akan tetapi penyakit paru-paru progresif dan arthritis membuat Dolly tidak hidup sampai usia yang diperkirakan.
Keberhasilan
kloning Dolly semakin memicu kontroversi. Pro dan kontra terus
mengemuka dan menjadi perdebatan yang belum juga final.
Beberapa
minggu setelah pengumuman penciptaan Dolly, Presiden Bill Clinton
mengeluarkan moratorium untuk menghentikan semua proyek kloning yang
didanai pemerintah federal.
Hal ini dilakukan untuk menghindari ancaman penyalahgunaan dari terobosan medis ini.
Bagi
aktivis anti-kloning, kloning merupakan ancaman besar bagi kehidupan
dan perdamaian karena dapat dengan mudah disalahgunakan.
Namun, di
banyak negara, penelitian tentang kloning masih terus dilakukan untuk
mengeksplorasi kemungkinan manfaatnya bagi kepentingan medis.
Setelah keberhasilan melakukan kloning pada hewan, isu kini bergeser tentang kemungkinan melakukan kloning pada manusia.
Kloning
pada manusia dipercaya menjadi salah satu alternatif untuk memenangkan
pertempuran melawan berbagai penyakit mematikan yang masih menjadi
masalah tak terpecahkan.
Setelah Dolly, pada tahun 2002 menyusul diciptakan kloning kucing dan kelinci.
Demikian pula pada tahun 2003, kloning pertama kuda (Prometea) dan tikus (Ralph) diperkenalkan di Perancis dan Italia.
Menariknya, pada tahun 2008, FDA (BPPOM AS) menyatakan bahwa mengonsumsi hewan hasil kloning dianggap aman.
Hal ini tentu menjadi angin segar bagi para peternak karena menjadi metode ampuh untuk meningkatkan produksi mereka.
Namun, tidak semua pihak setuju dan meminta FDA melakukan studi lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Tidak
semua kebijakan pro terhadap kloning. Pada bulan Oktober 2010, Uni
Eropa memberlakukan larangan sementara penggunaan produk dari hewan
kloning.
Meskipun kloning dianggap sebagai alternatif solusi bagi
kelangkaan bahan pangan, faktor biaya produksi dianggap masih menjadi
kendala.
Sebagai contoh, sapi hasil perkembangbiakan normal bisa
dijual seharga USD 1000 per ekor, sedangkan sapi kloning masih harus
dijual di atas USD 1500 untuk menutup semua ongkos produksi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment